Kewajiban Orang Tua Berlaku Adil dalam Pemberian Hibah
Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi
Kewajiban Orang Tua Berlaku Adil dalam Pemberian Hibah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 4 Sya’ban 1442 H / 18 Maret 2021 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Kewajiban Orang Tua Berlaku Adil dalam Pemberian Hibah
Kewajiban orang tua berlaku adil dalam pemberian hibah kepada anak-anaknya. Ini adalah bab yang sangat sering ditanyakan oleh orang tua dan bahkan anak sendiri ketika mereka mendapatkan hibah dari orang tau dalam kondisi yang berbeda. Maka ini bab yang sangat penting dalam kehidupan antara orang tua, anak, saudara, dan kerabat.
Penulis mengatakan: “Wajib adil dalam hadiah kepada anak-anaknya sesuai kadar hak waris mereka.” Apakah maksud adil ini adalah sama rata, atau sesuai dengan hak waris (anak laki-laki 2 bagian, anak perempuan 1 bagian)? Yang jelas maksud adil ini adalah semuanya dapat. Jika sebagian dapat dan sebagian tidak, tentu ini dinamakan tidak adil. Ini dalam pemberian hibah. Berbeda dengan pemberian nafkah.
Kalau dalam nafkah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Nafkah anak perempuan akan berbeda dengan nafkah anak laki-laki. Bisa jadi perempuan lebih daripada anak laki-laki. Seperti bila orang tua membelikan pakaian, tentulah pakaian anak gadisnya yang sudah baligh lebih banyak bahannya sehingga harganya lebih mahal dibandingkan dengan anak laki-laki.
Anak perempuan butuh kerudung, butuh jilbab, butuh gamis, kalau yang pakai cadar butuh burqa atau cadar, butuh kaos kaki. Adapun Anak laki-laki hanya dua stel saja, pakaian atas dan pakaian bawah untuk menutup auratnya. Dan harganya tentu berbeda.
Begitu juga anak yang sudah dewasa dengan anak yang masih kecil, tentu nafkahnya berbeda. Anak yang dewasa mungkin makan siangnya porsi dewasa, kalau anak kecil porsinya porsi kecil, harganya tentu berbeda.
Jadi, makna adil dalam nafkah adalah sesuai kebutuhan. Nafkah adalah hal-hal yang dibutuhkan anak dalam keseharian. ‘Athiyyah adalah hibah/hadiah yang diberikan bapak atau ibu kepada anak-anaknya. Kalau seorang bapak memberikan hadiah kepada anak laki-lakinya yang sudah SMA sebuah laptop yang memang anaknya itu membutuhkan laptop, maka ini namanya bukan hadiah.
Misalnya seorang bapak ingin memberikan hibah kepada salah satu anaknya sebuah rumah, sedangkan yang lain sudah punya rumah. Atau misalnya bapak ingin memberikan hadiah kepada anak pertama yang sudah menikah, bolehkan bapak membelikan rumah atas nama anak ini?
Si bapak ingin membantu anaknya dan ini fitrah, dan ini sebuah kebaikan. Dimana orang tua membantu anak-anaknya dalam kehidupan rumah tangga mereka. Bukan berarti kalau anak sudah menikah maka Anda lepas tangan, dan tidak ada bapak yang seperti itu. Bapak tentu sayang kepada anaknya.
Akan tetapi bapak khawatir, dia masih punya adik-adik yang kecil yang belum menikah. Khawatir nanti bila anak yang lain menikah ternyata tidak ada kemampuan bapak membelikan rumah. Maka dalam hal ini sebaiknya bapak tidak menghibahkan rumah kepada anaknya atas nama. Tapi dia menghibahkan kepada anaknya yang paling tua: “Bang, Alhamdulillah kamu sudah berumah tangga, sudah punya istri, sewa setengah. Karena adikmu juga ingin rumah dan bapak tidak bisa membuat rumah baru lagi. Sewa dari kamu yang setengah ini bapak serahkan ke adik kamu yang baru nikah juga untuk dia menyewa rumah.”
Aturan ini berdampak kepada kejiwaan anak untuk menjadi anak yang shalih dan tidak berbakti kepada orang tuanya. Dalam hadits Nu’man bin Basyir, bahwasanya Basyir bin Sa’ad (bapaknya) ingin memberikan hadiah kepada Nu’man, dan istrinya mengatakan: “Aku tidak ridha sampai menjadi saksi pemberianmu kepada Nu’man adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka Basyir datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta Rasulullah menjadi saksi. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya:
هَلْ لَكَ بَنُونَ
“Apakah engkau memiliki anak-anak selain Nu’man ini?”
Basyir bin Sa’ad menjawab: “Iya Ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah engkau memberikan kepada mereka hibah sama dengan hibah yang kau berikan kepada Nu’man?”
Basyir bin Sa’ad menjawab: “Tidak Ya Rasulullah.” Maka Rasulullah mengatakan:
فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ
“Aku tidak mau jadi saksi, karena aku tidak bisa menjadi saksi atas perbuatan yang dzalim.”
Lalu kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اِتَّقُوْا الله وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kalian kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berarti maksudnya berlaku adil dalam banyak hal, termasuk di dalam hibah ini. Rasulullah memberikan hikmah di balik keadilan seorang bapak dalam pemberian hibahnya kepada anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
أتحب أن يكونوا في البر سواء؟
“Tidakkah engkau suka semua anak-anakmu itu sama baktinya kepadamu?”
Maka sebuah kesalahan orang tua memberikan hibah kepada sebagian anak dan tidak memberikan hibah kepada yang lainnya.
Ini adalah pemberian dari seorang bapak, bagaimana dengan pemberian dari seorang ibu atau kakek kepada cucunya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49965-kewajiban-orang-tua-berlaku-adil-dalam-pemberian-hibah/